Jepang sangat terkenal karena masyarakatnya yang mempunyai disiplin yang sangat tinggi. Bagaimana asal muasalnya? Dirunut ke akarnya, ternyata salah satu budaya Jepang ini berasal dari budaya bercocok tanam padi. Negeri sakura ini memiliki empat jenis musim setiap tahunnya, sehingga mereka hanya dapat memanen padi sekali dalam setahun.
Dengan kondisi demikian, para petani Jepang jaman dahulu dipaksa dan harus berdisiplin waktu agar padi yang mereka tanam dapat dipanen sesuai dengan waktunya sesuai dengan musimnya. Bila gagal panen mereka tidak bisa makan nasi selama setahun. Waktu tanam harus sesuai dan pas jadwal yang telah ditetapkan.
Kebiasaan bertahun-tahun dalam bercocok tanam membuatnya menjadi suatu kebiasaan dan budaya bagi masyarakat Jepang. Segala sesuatunya dibuat berdasarkan waktu yang telah diatur. Jadwal kedatangan kereta, bus dan alat transportasi lainnya dibuat secara presisi sehingga membuat kepastian bagi orang yang hendak bepergian dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sebagai contoh, jadwal bus dalam kota, dibuat berdasarkan study statistik, dengan pengamatan selama beberapa waktu. Jarak tempuh, jumlah rata-rata kendaraan yang melewati rute tersebut, jumlah pemilik kendaraan di sekitar jalan tersebut sampai dengan batas toleransi kemacetan menjadi faktor untuk menentukan jadwal kedatangan dan keberangkatan bus pada setiap halte. Alhasil, penumpang dapat memastikan kapan bus datang atau pergi. Jadwal tersebut biasanya berbeda antara hari biasa dan akhir pekan karena jumlah kendaraan yang lalu lalangpun berbeda. Jadwal transportasi umum mudah didapatkan pada setiap tempat pemberangkatan atau tercantum pada setiap halte/stasiun. Dengan berkembangnya teknologi, jadwal tersebut juga bisa diakses melalui internet.
Jepang juga taat pada standar waktu. Jadwal pelajaran/kuliah per hari di setiap kampus/sekolah dibuat sama. Penunjuk waktu pada tempat umum juga dapat dipastikan sama waktunya. Untuk jam elektronik di tempat umum seperti stasiun kereta dibuat terpusat agar memudahkan pengaturan standarisasi waktunya. Penunjuk waktu pada setiap stasiun televisi juga sama dan standar. Bandingkan dengan waktu kumandang adzan Magrib di setiap stasiun televisi kita yang berbeda-beda waktunya. Walaupun hanya berbeda sekian menit atau detik tapi tetap tidak serentak. Mungkin lebih mudah pada waktu hanya ada satu televisi di republik tercinta ini, TVRI. Kita bisa menstandarisasi waktu kita dengan acara “Dunia Dalam Berita” yang disiarkan tepat pada pukul 9 malam.
Begitu menghargainya orang Jepang terhadap waktu, kalau anda bertanya suatu jarak atau lokasi sebuah tempat, biasanya mereka menjawab dengan patokan waktu. Misalnya, 7 menit berjalan kaki dari stasiun atau 8 menit bersepeda dari kantor polisi. Kalau kita perhatikan, panjang waktu yang mereka tunjukkan juga sangat presisi. Coba bandingkan dengan di negara kita, biasanya apabila ditanya soal waktu, jawabannya adalah 5 menit, 10 menit atau pembulatan waktu pada kelipatan 5 atau yang mudah dihitung. Waktu yang ditunjukkan belum tentu pas, tercermin dengan kata “kira-kira” pada awal kalimatnya.
Begitulah masyarakat Jepang menghargai waktunya. Dengan kedisiplinan terhadap waktu mereka lebih mudah melakukan suatu rencana pekerjaan yang pada akhirnya membuat segalanya menjadi efisien.
0 komentar:
Posting Komentar